Lampung – integritas-news —Dalam sejarah perjuangan Indonesia meraih kemerdekaan, Provinsi Lampung turut menyumbangkan pahlawan-pahlawan besar.
2 diantaranya yang patut dikenang adalah Radin Inten II dan KH Ahmad Hanafiah.
Kedua pahlawan ini meninggalkan warisan berharga bagi Lampung dan Indonesia.
Radin Inten II dengan keberaniannya menghadapi tentara Belanda.
Sementara KH Ahmad Hanafiah dengan perannya dalam menggalang persatuan melalui nilai-nilai keagamaan.
Pemerintah Indonesia secara resmi mengakui jasa-jasa keduanya dengan memberikan gelar pahlawan nasional.
Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November menjadi momen untuk mengenang pengorbanan dan perjuangan mereka.
Sebagai masyarakat Lampung, kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan dan memahami sejarah perjuangan pahlawan-pahlawan seperti Radin Inten II dan KH Ahmad Hanafiah.
Pada tahun 1834, di desa Kuripan, Lampung, lahir seorang pahlawan nasional Indonesia, Radin Inten II.
Gelar Kesuma Ratu melekat padanya sebagai keturunan Fatahillah.
Melalui perkawinannya dengan Putri Sinar Alam, putri dari Minak Raja Jalan Ratu, cikal-bakal pemegang kekuasaan di Keratuan Pugung.
Sebagai putra tunggal Radin Imba II, gelar Kesuma Ratu (1828-1834), Radin Inten II mewarisi garis keturunan yang menghubungkannya dengan Radin Inten I.
Pada usia 16 tahun, Radin Inten II resmi dinobatkan sebagai Ratu Lampung, memimpin perlawanan terhadap penjajah.
Perjuangan Radin Inten II untuk mempertahankan kedaulatan Lampung mendapat dukungan luas dari rakyat setempat dan bantuan dari daerah lain, termasuk Banten.
Pada tahun 1850, ia dihadapkan pada serangan Belanda di daerah Merambung, tempat ia menjalankan pemerintahan kerajaan.
Meskipun Belanda berusaha menghancurkan Lampung, pasukan Radin Inten selalu dapat mengatasi serangan-serangan mereka.
Namun, pada tahun 1856, Belanda melakukan serangan besar-besaran dengan 9 kapal perang, 3 kapal pengangkut alat perang, dan puluhan kapal lainnya di bawah pimpinan Kolonel Welson.
Pasukan Radin Inten II melakukan perlawanan gerilya yang efektif, namun Belanda menggunakan taktik licik dengan memanfaatkan pengkhianatan di dalam pasukan Radin Inten II.
Meskipun berjuang dengan gigih, Radin Inten II akhirnya gugur pada tanggal 5 Oktober 1856 dalam pertempuran melawan pasukan Belanda.
Meskipun kalah persenjataan dan jumlah, keberaniannya tetap dikenang.
Pada 23 Oktober 1986, Pemerintah Indonesia mengangkat Radin Inten II sebagai salah satu Pahlawan Nasional melalui Keppres No. 81/TK/1986.
Namanya tidak hanya dikenang dalam sejarah, tetapi juga diabadikan sebagai Bandara Radin Inten II dan perguruan tinggi IAIN Raden Intan di Lampung.
Hal ini sebagai tanda penghormatan atas jasanya dalam memimpin perlawanan melawan penjajah.
Ahmad Hanafiah, lahir di Kecamatan Sukadana, Lampung Timur, tahun 1905, adalah putra sulung KH Muhammad Nur.
Dia pemimpin Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana.
Keluarganya memiliki jejak panjang dalam dunia keislaman, bermula dari keturunan penyiar Islam Ki Masputra yang diutus Sultan Banten Maulana Yusuf pada abad ke-16.
Setelah menempuh pendidikan di Batavia, Malaysia, dan Mekkah, Ahmad Hanafiah menghasilkan karya-karya penting seperti Sirr al-Dahr (1934-1936) dan Al-Hujjah (1937).
Kedua karya tersebut mencakup tafsir surat al-Ashr dan aspek-aspek fiqih, memperlihatkan kedalaman pemahamannya terhadap Islam.
Hanafiah tidak hanya seorang ulama, namun juga aktif dalam pergerakan nasional.
Menjabat sebagai Ketua Sarekat Islam (SI) di Kewedanan Sukadana (1937-1942), ia turut berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari cengkraman kolonialisme Belanda.
Pada awal proklamasi kemerdekaan Indonesia, Ahmad Hanafiah memimpin sebagai Ketua KNID di Kewedanan Sukadana.
Dia juga mengepalai Masyumi serta Hisbullah Sukadana.
Perannya ini memperkokoh semangat kebangsaan dan nasionalisme dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Lampung.
Dalam upaya menegakkan kemerdekaan, Ahmad Hanafiah memimpin laskar-laskar Lampung merebut Baturaja dari pasukan Belanda pada Agustus 1947, selama Agresi Militer Belanda Pertama.
Meski dikepung dalam serangan kedua, Hanafiah bersama ratusan pejuang Lampung melancarkan perlawanan sengit.
Sebelum akhirnya ditangkap dan dieksekusi mati oleh Belanda di Baturaja.
Hanafiah mengakhiri hidupnya dengan penuh pengorbanan demi kemerdekaan Indonesia.
Tanpa makam, jasadnya tidak dapat ditemukan, tetapi kenangan akan perjuangannya tetap hidup dalam sejarah Lampung dan Indonesia secara keseluruhan.
Peran heroiknya sebagai ulama dan pejuang yang gigih mencerminkan semangat perjuangan pada masa itu.
Kini, Presiden Republik Indonesia akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada KH Ahmad Hanafiah.
Penganugerahan gelar pahlawan ini akan berlangsung pada peringatan Hari Pahlawan, tanggal 10 November 2023, di Istana Negara, Jakarta Pusat.
Keputusan itu diumumkan melalui surat resmi dari Kementerian Sekretariat Negara.
Surat bernomor R-12/KSN/SMGT.02.00/11/2023 tentang Pemberitahuan Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar